TRENDING NOW

SYIRIK

KOMUNIS

SURIAH

Jauh sebelum orang-orang ramai meributkan ketidakberesan pemikiran ulama Metro TV Prof. Dr. Quraish Shihab di kalangan liberal di Indonesia, secara jamak diketahui beliau sebagai seorang yang bermasalah. Demikian dikutip NU Garis Lurus, dari analisa Pesantren Sidogiri.
Jilbab tidak wajib dan tidak ada jaminan Rasulullah SAW masuk surga hanyalah dua hal kontroversi Dr. Quraish Shihab yang mengemuka ke publik. Terakhir, dalam kajian tafsir di Metro TV, dia bahkan membolehkan “ucapan selamat natal”.
Sepanjang sejarah, Quraish Shihab (QS) pernah menulis buku, “Sunnah -Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah?” Buku ini diterbitkan oleh Penerbit Lentera Hati pada Maret 2007. Di antara yang ditegaskan QS di buku ini bahwa perbedaan sunni dan syi’ah bukan pada ushul. QS juga menyanggah keberadaan Abdullah bin Saba’. Dia menyebut Abdullah bin Saba’ sebagai tokoh fiktif. Dalam buku ini QS juga ingin mendegradasi posisi Abu Hurairah RA sebagai sahabat Rasulullah SAW yang paling banyak meriwayatkan hadis.
Menanggapi buku tersebut, teman-teman santri Pondok Pesantren Sidogiri menulis buku bantahan berjudul, “Mungkinkah Sunnah Syiah Bersatu Dalam Ukhuwah?” Sontak, semua pembelaan Quraish Shihab terhadap Syiah telah dimentahkan santri-santri Sidogiri melalui buku ini.
Terkait Syihab sebagai syiah dari Jakarta, Pesantren Sidogiri mengakui bahwa, QS mengirim pesan ketidaksukaannya terhadap buku yang telah membantah buku pro-syiahnya. “Santri (pelajar) gitu loh, membantah bukunya profesor.”
Dari pelosok Pasuruan, teman-teman Sidogiri pun merespon, “Kalau memang sanggahan kami ada yang perlu disanggah balik, silakan saja. Atau mari kita ketemu, kita duduk dalam satu majelis, kita bedah bareng buku kita masing-masing!”
Namun ajakan para santri ini sampai sekarang belum dipenuhi oleh Sang Profesor. Pada Haul Habib Muhanmas bin Salim al Aththas di Masjid Baalawi, Singapura, Quraish Shihab pernah berceramah. Dalam ceramahnya, beliau mengkritisi kitab maulid, Diba’. Tepatnya pada bait: “Mauliduhu bi Makkah, wa hijratuhu bil Madinah wa shulthonuhu bis-Syam.”
Salah seorang yang hadir ketika itu adalah Habib Umar bin Muhsin Al Aththas, Lawang. Habib Umar sebenarnya bermaksud mendebat QS. Namun Habib Hasan Al Aththas sebagai tuan rumah mencegah beliau.
Berikut pengakuan Dr. Adian Husaini terhadap Buku Pesantren Sidogiri

Baca artikel  selengkapnya di MUT’AH DALAMSYIAH tafhadol

Di tengah malasnya tradisi ilmiah, buku terbitan Pesantren Sidogiri tentang “ukhuwah” Sunni-Syiah patut diacungi jempol.Belum lama ini saya menerima kiriman berupa sebuah buku terbitan Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan, Jawa Timur. Judulnya cukup panjang: “Mungkinkah Sunnah-Syiah dalam Ukhuwah? Jawaban atas Buku Dr. Quraish Shihab (Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah?)” Penulisnya adalah Tim Penulis Buku Pustaka Sidogiri, Pondok Pesantren Sidogiri, yang dipimpin seorang anak muda bernama Ahmad Qusyairi Ismail.
Membaca buku ini halaman demi halaman, muncul rasa syukur yang sangat mendalam. Bahwa, dari sebuah pesantren yang berlokasi di pelosok Jawa Timur, terlahir sebuah buku ilmiah yang bermutu tinggi, yang kualitas ilmiahnya mampu menandingi buku karya Prof. Dr. Quraish Shihab yang dikritik oleh buku ini. Buku dari Pesantren Sidogiri ini terbilang cukup cepat terbitnya. Cetakan pertamanya keluar pada September 2007. Padahal, cetakan pertama buku Quraish Shihab terbit pada Maret 2007. Mengingat banyaknya rujukan primer yang dikutip dalam buku ini, kita patut mengacungi jempol untuk para penulis dari Pesantren tersebut.
Salah satu kesimpulan Quraish Shihab dalam bukunya ialah, bahwa Sunni dan Syiah adalah dua mazhab yang berbeda. “Kesamaan-kesamaan yang terdapat pada kedua mazhab ini berlipat ganda dibandingkan dengan perbedaan-perbedaan dan sebab-sebabnya. Perbedaan antara kedua mazhab – dimana pun ditemukan – adalah perbedaan cara pandang dan penafsiran, bukan perbedaan dalam ushul (prinsip-prinsip dasar) keimanan, tidak juga dan Rukun-rukun Islam.” (Cetakan II, hal. 265).
Berbeda dengan Quraish Shihab, pada bagian sampul belakang buku terbitan Pesantren Sidogiri, dikutip sambutan KH. A. Nawawi Abdul Djalil, pengasuh Pesantren Sidogiri yang menegaskan: “Mungkin saja, Syiah tidak akan pernah habis sampai hari kiamat dan menjadi tantangan utama akidah Ahlusunnah. Oleh karena itu, kajian sungguh-sungguh yang dilakukan anak-anak muda seperti ananda Qusyairi dan kawan-kawannya ini, menurut saya merupakan langkah penting untuk membendung pengaruh aliran sesat semacam Syiah.”
Berikut ini kita kutip sebagian kritik dari Pesantren Sidogiri terhadap Quraish Shihab (selanjutnya Quraish Shihab disingkat “QS” dan Pondok Pesantren Sidogiri disingkat “PPS”). Kutipan dan pendapat QS dan PPS diambil dari buku mereka masing-masing.
1. Tentang Abdullah bin Saba’.
QS: “Ia adalah tokoh fiktif yang diciptakan para anti-Syiah. Ia (Abdullah bin Saba’) adalah sosok yang tidak pernah wujud dalam kenyataan. Thaha Husain – ilmuwan kenamaan Mesir – adalah salah seorang yang menegaskan ketiadaan Ibnu Saba’ itu dan bahwa ia adalah hasil rekayasa musuh-musuh Syiah.” (hal. 65).
PPS: Bukan hanya sejarawan Sunni yang mengakui kebaradaan Abdullah bin Saba’. Sejumlah tokoh Syiah yang diakui ke-tsiqah-annya oleh kaum Syiah juga mengakui kebaradaan Abdullah bin Saba’. Sa’ad al-Qummi, pakar fiqih Syiah abad ke-3, misalnya, malah menyebutkan dengan rinci para pengikut Abdullah bin Saba’, yang dikenal dengan sekte Saba’iyah. Dalam bukunya, al-Maqalat wa al-Firaq, (hal. 20), al-Qummi menyebutkan, bahwa Abdullah bin Saba’ adalah orang memunculkan ide untuk mencintai Sayyidina Ali secara berlebihan dan mencaci maki para sahabat Nabi lainnya, khususnya Abu Bakar, Umar, dan Utsman r.a. Kisah tentang Abdullah bin Saba’ juga dikutip oleh guru besar Syiah, An-Nukhbati dan al-Kasyi, yang menyatakan, bahwa, para pakar ilmu menyebutkan bahwa Abdullah bin Saba’ adalah orang Yahudi yang kemudian masuk Islam. Atas dasar keyahudiannya, ia menggambarkan Ali r.a. setelah wafatnya Rasulullah saw sebagai Yusya’ bin Nun yang mendapatkan wasiat dari Nabi Musa a.s. Kisah Abdullah bin Saba’ juga ditulis oleh Ibn Khaldun dalam bukunya, Tarikh Ibn Khaldun. (hal. 44-46).
2. Tentang hadits Nabi saw dan Abu Hurairah r.a.:
QS: “Karena itu, harus diakui bahwa semakin banyak riwayat yang disampaikan seseorang, semakin besar potensi kesalahannya dan karena itu pula kehati-hatian menerima riwayat-riwayat dari Abu Hurairah merupakan satu keharusan. Disamping itu semua, harus diakui juga bahwa tingkat kecerdasan dan kemampuan ilmiah, demikian juga pengenalan Abu Hurairah r.a. menyangkut Nabi saw berada di bawah kemampuan sahabat-sahabat besar Nabi saw, atau istri Nabi, Aisyah r.a.” (hal. 160).
QS: “Ulama-ulama Syiah juga berkecil hati karena sementara pakar hadits Ahlusunnah tidak meriwayatkan dari imam-imam mereka. Imam Bukhari, misalnya, tidak meriwayatkan satu hadits pun dari Ja’far ash-Shadiq, Imam ke-6 Syiah Imamiyah, padahal hadits-haditsnya cukup banyak diriwayatkan oleh kelompok Syiah.” (hal. 150).
PPS: “Sejatinya, melancarkan suara-suara miring terhadap sahabat pemuka hadits sekaliber Abu Hurairah r.a. dengan menggunakan pendekatan apa pun, tidak akan pernah bisa meruntuhkan reputasi dan kebesaran beliau, sebab sudah pasti akan bertentangan dengan dalil-dalil hadits, pengakuan para pemuka sahabat dan pemuka ulama serta realitas sejarah. Jawaban untuk secuil sentilan terhadap Abu Hurairah r.a. sejatinya telah dilakukan oleh para ulama secara ilmiah dan rasional. Banyak buku-buku yang ditulis oleh para ulama khusus untuk membantah tudingan miring terhadap sahabat senior Nabi saw tersebut, diantaranya adalah al-Burhan fi Tabri’at Abi Hurairah min al-Buhtan yang ditulis oleh Abdullah bin Abdul Aziz bin Ali an-Nash, Dr. Al-A’zhami dalam Abu Hurairah fi Dhau’i Marwiyatih, Muhammad Abu Shuhbah dalam Abu Hurairah fi al-Mizan, Muhammad ?Ajjaj al-Khatib dengan bukunya Abu Hurairah Riwayat al-Islam dan lain-lain.”
Dalam Bidayah wa an-Nihayah, Ibn Katsir mengatakan, bahwa Abu Hurairah r.a. merupakan sahabat yang paling kuat hafalannya, kendati beliau bukan yang paling utama. Imam Syafii juga menyatakan, “Abu Hurairah r.a. adalah orang yang memiliki hafalan paling cemarlang dalam meriwayatkan hadits pada masanya.” (hal. 320-322).
Karena kuatnya bukti-bukti keutamaan Abu Hurairah, maka PPS menegaskan: “Dengan demikian, maka keagungan, ketekunan, kecerdasan dan daya ingat Abu Hurairah tidak perlu disangsikan, dan karena itulah posisi beliau di bidang hadits demikian tinggi tak tertandingi. Yang perlu disangsikan justru kesangsian terhadap Abu Hurairah r.a. seperti ditulis Dr. Quraish Shihab: “Karena itu, harus diakui bahwa semakin banyak riwayat yang disampaikan seseorang, semakin besar potensi kesalahannya dan karena itu pula kehati-hatian menerima riwayat-riwayat dari Abu Hurairah merupakan satu keharusan.” (hal. 322).
“Pernyataan seperti yang dilontarkan oleh Dr. Quraish Shihab tersebut sebetulnya hanya muncul dari asumsi-asumsi tanpa dasar dan tidak memiliki landasan ilmiah sama sekali. Sebab jelas sekali jika beliau telah mengabaikan dalil-dalil tentang keutamaan Abu Hurairah dalam hadits-hadits Nabi saw, data-data sejarah dan penelitian sekaligus penilaian ulama yang mumpuni di bidangnya (hadits dan sejarah). Kekurangcakapan Dr. Quraish Shihab di bidang hadits semakin tampak, ketika beliau justru menjadikan buku Mahmud Abu Rayyah, Adhwa’ ?ala Sunnah Muhammadiyah, sebagai rujukan dalam upaya menurunkan reputasi Abu Hurairah r.a. Padahal, semua pakar hadits kontemporer paham betul akan status dan pemikiran Abu Rayyah dalam hadits.” (hal. 322-323).
Tentang banyaknya hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah r.a., Dr. al-A’zhami melakukan penelitian, bahwa jumlah 5.000 hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah adalah jika dihitung hadits yang substansinya diulang-ulang. Jika penghitungan dilakukan dengan mengabaikan hadits-hadits yang diulang-ulang substansinya, maka hadits dari Abu Hurairah yang ada dalam Musnad dan Kutub as-Sittah tinggal 1336 saja. “Nah, kadar ini, kata Ali as-Salus, bisa dihafal oleh pelajar yang tidak terlalu cerdas dalam waktu kurang dari satu tahun. Bagaimana dengan Abu Hurairah, yang merupakan bagian dari mu’jizat kenabian?” (hal. 324).
Memang dalam pandangan Syiah, seperti dijelaskan oleh Muhammad Husain Kasyif al-Ghitha’ (tokoh Syiah kontemporer yang menjadi salah satu rujukan kaum Syiah masa kini), yang juga dikutip oleh QS: “Syiah tidak menerima hadits-hadits Nabi saw kecuali yang dianggap sah dari jalur Ahlul bait. Sementara hadits-hadits yang diriwayatkan oleh para perawi semacam Abu Hurairah, Samurah bin Jundub, Amr bin Ash dan sesamanya, maka dalam pandangan Syiah Imamiyah, mereka tidak memiliki nilai walau senilai nyamuk sekalipun.” (hal. 313).
PPS juga menjawab tuduhan bahwa Ahlusunnah diskriminatif, karena tidak mau meriwayatkan hadits dari Imam-imam Syiah. Pernyataan semacam itu hanyalah suatu prasangka belaka dan tidak didasari penelitian ilmiah apa pun. Dalam kitab-kitab Ahlusunnah, riwayat-riwayat Ahlul Bait begitu melimpah. Imam Bukhari memang tidak meriwayatkan hadits dari Imam Ja’far ash-Shadiq, dengan berbagai alasan, terutama karena banyaknya hadits palsu yang disandarkan kaum Syiah kepada Ja’far ash-Shadiq. Bukan karena Imam Bukhari membencinya. Bukhari juga tidak meriwayatkan hadits dari Imam Syafii dan Ahmad bin Hanbal, bukan karena beliau membenci mereka. (hal. 324-330).
3. Tentang pengkafiran Ahlusunnah:
QS: “Apa yang dikemukakan di atas sejalan dengan kenyataan yang terlihat, antara lain di Makkah dan Madinah, di mana sekian banyak penganut aliran Syiah Imamiyah yang shalat mengikuti shalat wajib yang dipimpin oleh Imam yang menganut mazhab Sunni yang tentunya tidak mempercayai imamah versi Syiah itu. Seandainya mereka menilai orang-orang yang memimpin shalat itu kafir, maka tentu saja shalat mereka tidak sah dan tidak juga wajar imam itu mereka ikuti.” (hal. 120).
PPS: “Memperhatikan tulisan Dr. Quraish Shihab di atas, seakan-akan Syiah yang sesungguhnya memang seperti apa yang digambarkannya (tidak menganggap Ahlusunnah kafir dan najis). Akan tetapi siapa mengira bahwa faktanya tidak seperti penggambaran Dr. Quraish Shihab? Jika kita merujuk langsung pada fatwa-fatwa ulama Syiah, maka akan tampak bahwa sebetulnya Dr. Quraish Shihab hendak mengelabui pemahaman umat Islam akan hakikat Syiah. Bahwa sejatinya, Syiah tetap Syiah. Apa yang mereka yakini hari ini tidak berbeda dengan keyakinan para pendahulu mereka. Dalam banyak literatur Syiah dikemukakan, bahwa orang-orang Syiah yang shalat di belakang (menjadi makmum) imam Sunni tetap dihukumi batal, kecuali dengan menerapkan konsep taqiyyah… “Suatu ketika, tokoh Syiah terkemuka, Muhammad al-Uzhma Husain Fadhlullah, dalam al-Masa’il Fiqhiyyah, ditanya: “Bolehkah kami (Syiah) shalat bermakmum kepada imam yang berbeda mazhab dengan kami, dengan memperhatikan perbedaa-perbedaan di sebagian hukum antar shalat kita dan shalat mereka?” Muhammad Husain Fadhlullah menjawab: “Boleh, asalkan dengan menggunakan taqiyyah.” (348-349).
Seorang dai Syiah, Muhammad Tijani, mengungkapkan, bahwa “Mereka (orang-orang Syiah) seringkali shalat bersama Ahlusunnah wal Jama’ah dengan menggunakan taqiyyah dan bergegas menyelesaikan shalatnya. Dan barangkali kebanyakan mereka mengulangi shalatnya ketika pulang.” (hal. 350-351).
Banyak sekali buku-buku referensi utama kaum Syiah yang dirujuk dalam buku terbitan PPS ini. Karena itu, mereka juga menolak pernyataan Dr. Quraish Shihab bahwa yang mengkafirkan Ahlusunnah hanyalah pernyataan orang awam kaum Syiah. PPS juga mengimbau agar umat Islam berhati-hati dalam menerima wacana “Persatuan umat Islam” dari kaum Syiah. Sebab, mereka yang mengusung persatuan, ternyata dalam kajiannya justru memojokkan Ahlusunnah dan memposisikannya di posisi zalim, sementara Syiah diposisikan sebagai “yang terzalimi”.
Buku terbitan PPS ini memang banyak memuat fakta dan data tentang ajaran Syiah, baik klasik maupun kontemporer. Terhadap Imam mazhab yang empat, misalnya, dikutip pendapat dalam Kitab Kadzdzabu ?ala as-Syiah, “Andai para dai Islam dan Sunnah mencintai Ahlul Bait, niscaya mereka mengikuti jejak langkah Ahlul Bait dan tidak akan mengambil hokum-hukum agama mereka dari para penyeleweng, seperti Abu Hanifah, asy-Syafii, Imam Malik dan Ibnu Hanbal.” (hal. 366).
Terlepas dari fakta tentang Syiah dan kritik terhadap Quraish Shihab, terbitnya buku ini telah menjadi momen penting bagi PPS untuk turut berkiprah dalam peningkatan khazanah keilmuan Islam di Indonesia. PPS memang telah didirikan pada tahun 1745. Jadi, usianya kini telah mencapai lebih dari 260 tahun. Jumlah muridnya kini lebih dari 5000 orang. Sejumlah prestasi ilmiah tingkat nasional juga pernah diraihnya. Diantaranya, pada Ramadhan 1425 H, PPS berhasil meraih juara I dan III lomba karya ilmiah berbahasa Arab yang diselenggarakan oleh Depdiknas RI.
Dalam Jurnal Laporan Tahunan 1425/1426 H, disebutkan bahwa PPS juga cukup sering mendapat kunjungan tamu-tamu dari luar negeri. Termasuk dari kedutaan Australia dan Amerika Serikat. Mereka selalu menerima tamunya dengan baik. Tetapi, dengan sangat berhati-hati, selama ini, PPS senantiasa menolak dana bantuan dan hibah dari Australia dan Amerika.
PPS juga termasuk salah satu pesantren di Jawa Timur yang sangat gigih dalam melawan penyebaran paham Liberal. Ditulis dalam Laporan Tahunan tersebut: “Tahun ini, PPS menggerakkan piranti dunia maya untuk melestarikan dan menyelamatkan ajaran Ahlusunnah dari serbuan berbagai aliran sesat.
secara khusus disediakan rubrik “Islam Kontra Liberal”. Rubrik ini digunakan oleh Pondok Pesantren Sidogiri untuk meng-counter wacana-wacana pendangkalan akidah yang ramai berkembang saat ini. Liberalisme, humanisme, rasionalisme, pluralisme, feminisme, sekularisme, dekonstruksi syariah dan paham-paham destruktif modern lainnya, menjadi bidikan yang terus ditangkal dengan wacana-wacana salaf yang dipegang Pondok Pesantren Sidogiri.”
Kita berdoa, mudah-mudahan akan terus lahir karya-karya ilmiah yang bermutu tinggi dari PPS. Begitu juga dari berbagai pesantren lainnya.
Maka buku dengan judul “Mungkinkah Sunnah Syiah dalam Ukhuwah?” tak ada maksud lain dihadirkan QS, selain sebagai upaya mendudukkan dua faham yang memang berbeda ini (Sunni-Syiah) secara proporsional.
Menegaskan perbedaan, tidak berarti menutup ruang untuk saling menghormati dan bertoleransi. Justru adalah absurd, jika mimpi persatuan itu diharapkan muncul dari ranah yang memang berhadap-hadapan secara diametral.
Ajakan untuk menjalin ukhuwah adalah baik, namun jika harus mengorbankan akidah, maka itu akan menjadi musibah. Mari kita bangun ukhuwah, dengan tanpa mengormankan akidah.

Jalal CalegAntiLiberalNews | Kiblat | LPPI – Ketua Dewan Syuro ormas Syiah Ikatan Jemaah Ahlu Bait Indonesia (IJABI), Jalaluddin Rakhmat (JR), bisa dipidanakan akibat penggunaan gelar palsu. Bahkan, pria yang sedang mencalonkan diri menjadi anggota dewan legislatif melalui PDI-P ini telah dilaporkan ke Polrestabes terkait “kejahatan” akademik tersebut.
Seperti diwartakan Fajar Makassar, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI) perwakilan Indonesia Timur, M. Said Abd. Shamad, menuturkan bahwa yang bersangkutan (JR) telah dilaporkan ke Polrestabes Makassar sejak 27 September 2012 lalu, dengan nomor laporan polisi LP/2194/XI/2012. Pun sejak tahun lalu telah ada surat perintah penyidikan dengan nomor SP.Sidik/494.A/XI/2013/Reskrim.
Pelaporan tersebut terkait penggunaan gelar guru besar dan gelar doktor oleh JR yang oleh Universitas Padjajaran (UNPAD) dan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) tidak pernah dianggap ada. Hal itu sesuai dengan surat klarifikasi resmi Unpad tertanggal 23 April 2013, dengan nomor 9586/UN6.RKT/KU/2012. Demikian pula klarifikasi dari Dikti tertanggal 14 Juni 2012 dengan nomor 1061/E3.2/2012.
Berdasarkan keterangan terlapor (JR) kepada penyidik AKP Badollah dan Brigpol Suhardi, sebagaimana tertulis dalam dokumen gelar perkara, Kang Jalal berkilah bahwa saat menjadi dosen di Unpad belum pernah mendapatkan gelar guru besar. JR juga berdalih bahwa pengeluaran anggaran/dana PPs UIN Alauddin yang ditandatanganinya bertuliskan Prof. Dr. Jalaluddin Rakhmat, itu datangnya dari pihak ketiga, meski JR menandatanginya.
“Permintaan kami kepada UIN Alauddin agar meninjau kembali kelayakan JR mendapatkan doktor ilmu agama Islam di UIN Alauddin Makassar. Yang bersangkutan telah menggunakan gelar dan ijazah palsu sekian,” ujar Ustaz Said Shamad, saat dikonfirmasi pada Senin (14/4).

Baca artikel  selengkapnya di MUT’AH DALAMSYIAH tafhadol
JR dinilai tidak memenuhi persyaratan akademik yang baku. Ijazah magisternya juga tidak pernah disetarakan. Dan tidak pernah dibuktikan keberadaaannya. Makanya, JR hanya menggunakan ijazah sarjana (S1) saat mendaftar di UIN Alauddin sebagai persyaratan S3. Hal ini tidak sesuai dengan apa yang tertuang dalam statuta UIN.
Lebih lanjut, Said Shamad menerima kopian ijazah S3 milik Jalaluddin Rakhmat dari penyidik. Di situ tertulis JR memperoleh gelar Doctor of Philosophy di Institut Pengembangan Wiraswasta Indonesia (IPWI) di Dili. Tapi, Dirjen Dikti melalui surat resminya menegaskan tidak pernah memberikan ijin penyelenggaraan pendidikan S3 Distance Learning di IPWI Dili.
“Harapan kami kepada kepolisian kiranya JR segera dijadikan tersangka berdasarkan data-data yang sudah cukup meyakinkan,” ujar wakil ketua Pimpinan Daerah (PD) Muhammadiyah Kota Makassar ini.
Untuk diketahui, dalam statuta UIN Alauddin, bagian kelima kode etik pasal 161 ayat 2, ditegaskan bahwa setiap warga kampus wajib menjaga kredibilitas dan kejujuran; tidak melakukan hal-hal seperti memperoleh ijazah dari lembaga pendidikan yang tidak terpercaya; melakukan plagiat karya ilmiah; menggunakan ijazah, gelar akademik atau sebutan lulusan yang asli tetapi palsu (aspal) dan/atau berbagai tindakan ketidakjujuran lainnya. Demikian halnya pada bagian keenam statuta tersebut. Pada pasal 162 ayat 1, ditegaskan bahwa civitas academica universitas dan/atau warga kampus yang melakukan pelanggaran kode etik dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. [sdqfajar]

Jalal-Ribka-RiekeAntiLiberalNews – Pentolan Syiah Indonesia Jalaluddin Rakhmat (Kang Jalal), bersama dengan dua aktivis Komunis Ribka Ciptaning dan Rieke Diah Pitaloka, lolos menjadi Anggota DPR untuk periode 2014-2019. PDIP Jabar mengirim sebanyak 18 wakilnya untuk duduk di DPR RI atau naik 20 persen dibandingkan periode 2009-2014 lalu yang hanya 15 kursi.
Selain Jalal, nama baru dari PDIP yang lolos ke Senayan di antaranya Yadi Mulyadi dari Dapil 2, Adian Napitupulu dan Indra Simatupang dari Dapil 5, Riska Mariska dari Dapil 6, Tono Bachtiar dari Dapil 7, Ono Surono dari Dapil 8, dan Dony Ukon dari Dapil 11.
Sementara itu, muka lama anggota dewan yang terpilih lagi selain Ribka dan Rieke adalah Maruara Sirait, TB Hasanudin, Puti Guntur Soekarno, Ketut Sustiawan, Syukur Nababan, dan Yoseph Umar Hadi.
“Seharusnya kita bisa 21 kursi di DPR RI, namun dengan peraturan penghitungan saat ini, suara yang terbuang hampir 1 juta,” ujar Sekretaris PDIP Jabar Gatot Tjahyono pada Kamis (24/4) seperti dilansir Detik.


Baca artikel  selengkapnya di MUT’AH DALAM SYIAH tafhadol
Sebelumnya, Kang Jalal mendapat penolakan besar-besaran dari umat Islam Indonesia karena tindakannya yang mencaci-maki istri Nabi Muhammad SAW dan bahkan berani mengatakan bahwa  Rasulullah SAW versi Syiah dan versi Islam berbeda. Belakangan ini, rekamannya telah tersebar luas ke publik.
Pada tanggal 24 Juni 2010, Ribka, Rieke dan lebih dari 100 orang eks anggota PKI melakukan acara reuni ilegal di Banyuwangi atas nama ‘Paguyuban Korban Orde Baru’ dengan kedok sosialisasi rumah sakit. Acara itu sendiri berhasil dibubarkan oleh penduduk setempat.
Red : W. Jati

kuil syiah terbesar indonesiaOleh: Muhammad Faisal, S.Pd, M.MPd
AntiLiberalNews – Namanya adalah kuil Al-Mahdi. Kuil Syiah terbesar di Indonesia ini beralamat di:
Jl. Raya Hankam RT 04/RW02 No : 79 Kel. Jati Ranggon, Jatisampurna, Pondok Gede, Bekasi.
Telp : 021-84305546
Baca artikel  selengkapnya di MUT’AH DALAM SYIAH tafhadol
Di samping menjadi sarana peribadatan kaum takfiri Syiah, kuil ini juga digunakan untuk :
1. Kajian “Tafsir Al-Quran” setiap Ahad pagi jam 09:00 yang di bawakan oleh  Ust. Husein Alatas, Ust. Othman Omar Syihab dan Ust. Ali Albahar.
2. Pelajaran Bahasa Arab untuk pemula setiap hari Sabtu jam 15:30 oleh Ust. Hamid Alatas.
3. Pengajian ibu-ibu hari Senin-Kamis jam 20:30 oleh Ust. Ali Alhaddad, dll.
4. Pengajian anak-anak setiap hari jam 17:30
5. Tahfidz Al-Quran setiap hari jam 16:00
6. Majelis dzikir dan sholawat setiap malam Jumat jam 20:00
7. Perayaan Asyuro dll.
Padahal dalam suatu wawancara, Jalaluddin Rakhmat/Kang Jalal (Ketua Dewan Syuro IJABI/Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia) pernah mengatakan bahwa mereka tidak akan mendirikan kuil khusus kaum takfiri Syiah.
* Penulis adalah aktivis Anti Pemurtadan dan Aliran Sesat
Sumber : Nahimunkar
Red : W. Jati

Deklarasi Aliansi Nasional Anti SyiahAntiLiberalNews | Suara Islam – Sejumlah ulama dan tokoh ormas Islam telah mendeklarasikan Aliansi Nasional Anti-Syiah di Masjid Al-Fajr, Cijagra, Buah Batu, Bandung, Jawa Barat pada Ahad (20/4).
Aliansi ini didirikan dengan maksud untuk membentengi umat Islam Indonesia dari pengaruh agama takfiri Syiah.
Dalam acara deklarasi ini, para ulama yang berkumpul juga sepakat untuk menyatakan sikap mereka. Kesepakatan ini ditelurkan dalam empat butir komitmen dan tekad yang ditandatangani oleh Ketua Pengurus Harian KH Athian Ali, Ketua Dewan Pakar KH Atip Latiful Hayat dan Ketua Majelis Syuro KH Abdul Hamid Baidlowi. Berikut kutipan selengkapnya:
Bismillahirrahmaanirrahiim

Bertitik tolak dari fakta:
a. Bahwa ajaran Syiah menurut keyakinan umat Islam, merupakan faham yang menyimpang dari Alquran dan Assunnah.
b. Bahwa kelompok Syiah di Indonesia semakin berani dan masif mempropagandakan paham dan ajarannya lewat segala macam cara, diantaranya dengan bertaqiyah (munafik), baik melalui pendidikan, sosial kemasyarakatan, maupun politik.
c. Bahwa telah terjadi keresahan di berbagai daerah yang menimbulkan konflik horizontal sebagai akibat progresitivitas penyiaran Syiah, penolakan umat, serta pembiaran politik terhadap pengembangan ajaran sesat Syiah.
Maka dengan mengucap “bismillah” dan “bertawakal” hanya kepada Allah Swt, kami para ulama, habaib, pimpinan ormas islam, pondok pesantren, dan harokah yang tergabung dalam “Aliansi Nasional Anti Syiah” sepakat menyatakan komitmen dan tekad kami:

Baca artikel  selengkapnya di MUT’AH DALAM SYIAH tafhadol
1. Menjadikan lembaga Aliansi Nasional Anti Syiah sebagai wadah dakwah amar mankruf nahi munkar.
2. Memaksimalkan upaya preventif, antisipatif, dan proaktif membela dan melindungi umat dari berbagai upaya penyesatan akidah dan syariah yang dilakukan oleh kelompok Syiah di Indonesia.
3. Menjalin ukhuswah Islamiyah dengan berbagai organisasi dan gerakan dakwah di Indonesia untuk mewaspadai, menghambat dan mencegah pengembangan ajaran sesat Syiah.
4. Mendesak pemerintah agar segera melarang penyebaran paham dan ajaran Syiah, serta mencabut izin seluruh organisasi, yayasan, dan lembaga yang terkait dengan ajaran Syiah di seluruh Indonesia.
Demikian komitmen dan tekad kami, semoga Allah Swt senantiasa mencurahkan rahmat, karunia, inayah, taufik dan hidayah-Nya. Amin.
Bandung, 20 Jumadits Tsaniyah 1435 H / 20 April 2014.
Pengurus harian:
KH. Athian Ali M. Da’i Lc MA
Dewan pakar:
KH. Atip Latiful Hayat, SH, LLM Ph.D

Majelis Syuro:
KH. Abdul Hamid Baidlowi
[sdq/SI]

syiah-indonesiaAntiLiberalNews – Sebagai dua aliran keagamaan yang sama-sama sesat, ternyata Syiah Imamiyah dan Islam Jamaah (Lembaga Dakwah Islam Indonesia – LDII) memiliki kesamaan-kesamaan doktrin aqidah.
Dr. Muhammad Arifin Baderi telah melakukan diskusi dengan sejumlah penganut LDII dan menuliskan beberapa kesamaan antara Syiah Imamiyah dan Islam Jamaah.
1. Doktrin Mangkul

Baca artikel  selengkapnya di MUT’AH DALAM SYIAH tafhadol
Manqul H Nur Hasan Ubaidah adalah proses pemindahan ilmu dari guru ke murid. Ilmu itu harus musnad (mempunyai sandaran) yang disebut sanad, dan sanad itu harus mutashil (bersambung) sampai ke Rasulullah sehingga Manqul-Musnad-Muttashil (disingkat M.M.M.) diartikan belajar atau mengaji Al Quran dan hadits dari Guru dan gurunya bersambung terus sampai ke asulullah. Atau mempunyai urutan guru yang sambung bersambung dari awal hingga akhir.
Mungkin ada dari pembaca yang bertanya-tanya: Apa buktinya bahwa doktrin Mangkul LDII adalah hasil jiplakan dan hasil adopsi dari sekte Syi’ah Imamiyah?
Jawabannya adalah salah satu judul bab dalam kitab Al Kafi karya tokoh Syiah Al Kulaini:
“Bab: Tidak ada sedikit pun kebenaran yang ada di masyarakat selain yang disampaikan oleh para imam, dan segala sesuatu yang tidak disampaikan oleh mereka maka itu adalah bathil.” (Al Kafi, 1/399).
Kemudian Al Kulaini menyebutkan ucapan Abu Ja’far (salah seorang yang dianggap sebagai Imam Syi’ah Itsna ‘Asyariyyah):
“Tidaklah ada seseorang memiliki al haq, tidak juga kebenaran, dan tidaklah ada seseorang yang memutuskan suatu keputusan yang benar, selain dengan apa yang telah kami ajarkan yaitu Ahlul Bait (anak keturunan Ali). Dan bila mereka telah berselisih dalam berbagai permasalahan, maka pasti merekalah yang salah dan kebenaran hanya datang dari Ali alaihis salam.” (Al Kafi oleh Al Kulaini, 1/399).
Bandingkan antara ucapan apa yang saya nukilkan dari kitab Al Kafy karya Al Kulainy ini, dengan doktrin mangkul ala LDII. Saya yakin orang yang hati nuraninya masih terpancar kecintaan terhadap kebenaran dan rasa takut akan neraka serta harapan untuk masuk surga akan berkata: Sesungguhnya dua doktrin ini adalah sama dan tidak ada bedanya. Inilah sekte induk LDII.
Dengan demikian jelaslah asal usul doktrin mangkul ala LDII dan bahwa Nur Hasan Ubaidah hanyalah menjiplak dan mencuri doktrin Syi’ah Imamiyah dan kemudian dipoles dengan belajar hadits dengan penafsiran dan pemahaman yang mendukung kepentingannya, yaitu pemungutan upeti sebagaimana yang diakui oleh saudara Aris Wahyono (mantan pengikut LDII).
suatu doktrin yang amat buruk sekali yang mungkin ini adalah belenggu yang telah dililitkan oleh tokoh-tokoh LDII di leher setiap pengikutnya, agar mereka tidak mendengar dan membaca dari selain kelompoknya.
2. Imam Bithanah dan Imam 12
Di antara yang menguatkan dugaan bahwa LDII adalah hasil jiplakan dari Syi’ah Imamiyyah ialah apa yang mereka sebut dengan Imam Bithanah.
Dalam keyakinan Syi’ah Imamiyah dinyatakan bahwa umat Islam harus dipimpin oleh seorang imam yangma’shum (terpelihara dari kesalahan dan perbuatan dosa), jumlahnya adalah 12 orang, dan imam mereka yang terakhir disebut dengan Muhammad bin Hasan Al Askari. Syi’ah Imamiyyah meyakini bahwa imam mereka yang ke 12 ini bersembunyi sejak berumur 4 atau 5 tahun di ruang bawah tanah, dan tidak ada yang dapat menjumpainya kecuali orang yang mereka istilahkan sebagai al bab (perwakilan/agen/amir perantara). Dan Mereka mengharamkan siapa saja untuk menentukan tempat persembunyiannya ini, bahkan sampai-sampai Al Kulaini berkata:
“Dari Dawud bin Al Qasim Al Ja’fari, ia menuturkan: Aku pernah mendengar Abul Hasan Al Askary (yaitu imam yang ke-10) berkata: ‘Penggantiku ialah Al Hasan (yaitu putranya sendiri), dan bagaimana sikap kalian dengan pengganti orang yang menggantikanku?’ Akupun bertanya: ‘Mengapa? Semoga Allah menjadikan aku sebagai tebusanmu.’ Ia menjawab: ‘Sesungguhnya kalian tidak akan melihat orangnya, dan juga tidak halal bagi kalian untuk menyebutkan namanya.’ Maka aku pun bertanya: ‘Bagaimanakah kami menyebutnya?’ Ia menjawab: ‘Katakan: Orang yang menjadi hujjah dari keluarga Muhammad, semoga shalawat dari Allah dan salam-Nya terlimpahkan selalu kepadanya.’” (Al Kafi 1/332-333).
Bila kita bandingkan doktrin Syi’ah Imamiyah ini dengan doktrin LDII yang mengajarkan kepada umatnya agar berbai’at kepada Imam Bithanah yang senantiasa dirahasiakan jati dirinya (nama, tempat tinggal, umur, dan lain-lain), niscaya kita dapatkan dua doktrin ini serupa dan sama. Mungkin yang membedakan antara keduanya hanyalah hukum menyebutkan nama atau tempat tinggal imam tersebut.
3. Mengkafirkan Orang di Luar Kelompoknya
Baik Syiah Imamiyah maupun Islam Jamaah menerapkan pengkafiran bagi mereka yang tidak mengikuti ajaran-ajarannya seperti dalam persoalan kepemimpinan kelompoknya: imamah Ahlul Bait bagi Syiah dan keamiran bagi Islam Jamaah.
Di antara masalah akidah Syiah Imamiyah Itsna ‘Asyariyah yang bertentangan dengan Ahli Sunnah adalah, keyakinan Syi’ah bahawa kepimpinan Ali dan keturunannya dari garis Husain merupakan pokok-pokok keimanan, seperti beriman kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, beriman kepada para malaikat -Nya, beriman kepada kitab-kitab-Nya, beriman kepada para rasul-Nya dan beriman kepada hari akhir.
Tidak sah dan tidak akan diterima oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala iman seorang muslim, jika dia tidak beriman bahawa Ali adalah khalifah yang dilantik oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Demikian juga halnya dengan 11 imam keturunan Ali bin Abi Talib. Siapa yang berani menolak hal ini atau ragu-ragu, maka dia adalah kafir yang akan kekal di neraka. Seperti inilah riwayat-riwayat yang terkandung di dalam Al Kafidan kitab-kitab lain yang mengupas masalah akidah mereka.
Atas dasar inilah, sebagian besar kaum Syiah mengkafirkan Ahli Sunnah secara umum. Hal ini karena akidah Ahlu Sunnah berbeda dengan akidah mereka (Syi’ah). Bahkan Ahlu Sunnah tidak mengakuif akidah seperti ini dan menganggap bahawa akidah ini adalah batil dan dusta atas nama Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan Rasul-Nya.
Bahkan Syi’ah juga mengkafirkan para sahabat yang tidak mengakui imamah Ali Radhiyallahu ‘Anh. Mereka juga mengkafirkan tiga orang khulafa rasyidin sebelum Ali yaitu Abu Bakar, Umar dan Uthman dan para sahabat lain yang menyokong ketiga orang khalifah ini.
Bagi penganut Islam Jamaah (LDII) orang di luar kelompoknya tidak saja dikafirkan, akan tetapi statusnya juga najis. Sehingga banyak sekali kisah masyarakat umum yang mencritakan bagaimana bekas shalat mereka di masjid LDII dicuci dan dipel. Penganut LDII juga tidak mau shalat di masjid Islam yang umum. Bahkan orang-orang Islam jamaah cenderung tidak mau bersalaman dengan orang umum. Jika pun mau berinteraksi dengan dengan masyarakat umum, sesungguhnya itu dilakukan dalam rangka bithanah(sistem taqiyah dalam rangka menyelamatkan diri).
Warga Islam Jamaah (LDII) mempraktekkan pengkafiran muslim lainnya dalam hal:
  1. tidak makmum shalat kepada imam shaat non warga Islam Jamaah (LDII), kalau terpaksa harus makmum maka niatnya sholat munfarid/sholat sendiri,
  2. tidak menyolati atau mendoakan jenazah muslim non warga Islam Jamaah (LDII) walaupun orang tua sendiri,
  3. anak-anak warga Islam Jamaah (LDII) yang tidak mau masuk Islam Jamaah (LDII) tidak mendapat haq waris
  4. tidak boleh nikah dengan orang Islam diluar Islam Jamaah (LDII), dan sahnya nikah harus Nikah Dalam (ND) dulu, nikah di KUA hanya formalitas untuk mendapatkan surat nikah,
  5. warga Islam Jamaah (LDII) yang keluar atau dikeluarkan dari Islam Jamaah (LDII) dihukumi murtad dari Islam
4. FBBL dan Taqiyah
Islam Jamaah memiliki sistem taqiyyah yang serupa dengan taqiyah Syiah dengan istilah “Fathanah, Bithanah, Budiluhur Luhuring Budi karena Allah.” Dengan menggunakan istilah-istilah yang Islami dan mulia, orang-orang yang tidak mengerti menjadi percaya dan yakin bahwa itu adalah ajaran Islam.
Fathanah Bithanah Budi Luhur (FBBL) adalah sebuah doktrin di dalam Islam Jamaah dimana untuk kepentingan dakwah LDII seseorang dihalalkan untuk berbohong.   Jika ada orang di luar LDII mempermasalahkan faham pengkafiran yg dilakukan LDII terhadap orang Islam di luar kelompoknya, maka seorang pengikut LDII bisa berbohong dengan menyangkalnya.   Begitupun ketika suatu waktu LDII mengatakan kepada ketua MUI bahwa LDII sudah berubah (melakukan perbaikan-perbaikan), itu hanyalah bagian dari strategi ‘bithanah’.
Di kalangan kelompok LDII faksi Abu Hamzah ada istilah ‘diplomasi’.   Sebagaimana konsep bithanah, dalam situasi mendesak seseorang bisa berbohong, untuk kepentingan dakwah atau kepentingan orang-orang lain di kelompoknya. Diplomasi hingga tingkat ini tidak diajarkan kepada orang-orang baru di kelompoknya, yaitu orang-orang yang belum terikat kuat. Faham-faham yg diajarkan kepada orang-orang baru ini dipilih yang tidak terdengar aneh, hanyalah yg normatif dan terkesan tidak menyimpang. Sambil dibimbing bertahap agar terikat lebih kuat, orang-orang baru disikapi diplomatif.
Misalnya jika terlanjur muncul ‘fitnah’ bahwa kelompok ini mengkafirkan orang-orang di luar kelompoknya (siapapun dia), maka para seniornya akan berdiplomasi kepada orang-orang baru tersebut dengan mengatakan, “Kita tidak meng-kafirkan orang, kok…”  Atau jika ada tudingan bahwa mereka tidak melakukan sholat Jum’at, maka untuk menenangkan orang-orang baru akan dikatakan, “Kita tidak melarang orang untuk shalat Jum’at, kok…”   Atau jika ada tudingan bahwa mereka mengajarkan pemutusan hubungan silaturahim jika orang-tua atau keluarga tidak segolongan dengan mereka, maka mereka akan mengatakan, “Kita tidak melarang orang mau bertemu ibu atau keluarganya, kok..”
5. Merampok Harta Anggota
Warga Islam Jamaah (LDII) diwajibkan memberikan Infaq Persenan Wajib. Wajib infaq ini besarnya sampai 10% dari penghasilan yang disetor kepada imam Pusat sebagai tanda sambung dengan imam. Ditambah infaq dan shadaqoah lain untuk Pusat, Daerah, Desa dan Kelompok. LDII mengklaim pada anggotanya bahwa yang tidak setor iuran wajib seperti itu atau berusaha mengakalinya akan masuk neraka.
Berbagai doktrin tersebut pada ujung perjalanannya adalah sarana untuk mengeruk harta umat islam dan sekaligus ongkang-ongkang alias nganggur sambil menikmati setoran upeti dari seluruh pengikutnya. Dan pungutan ini bila dimaksudkan sebagai pembayaran zakat, maka kita semua sudah mengetahui tentang berbagai ketentuan dan persyaratan syari’at zakat mal, dimulai dari nishob, haul, jenis harta, jumlah yang harus dibayarkan, serta orang-orang yang berhak menerimanya.
Dan iuran rutin yang diajarkan oleh LDII sudah barang tentu tidak memperdulikan semua ini, oleh karena itu mereka hanya mempertimbangkan jumlah kekayaan, tanpa memperdulikan berbagai ketentuan zakat yang telah saya sebutkan di atas dan telah dijabarkan dalam Al Qur’an, yaitu dalam surat At Taubah ayat 60, dan berbagai hadits Nabi shollallahu’alaihiwasallam serta telah dipaparkan dengan gamblang dalam karya-karya ulama islam di sepanjang masa. Dengan demikian, jelaslah bahwa iuran wajib LDII tersebut bukan zakat, karena dikenakan kepada setiap anggota.
Di kalangan Syiah dikenal infaq wajib yang disebut khumus yang besarnya adalah seperlima (20%) dari penghasilan yang diperoleh dari pekerjaannya. Berikut ini beberapa hadits dari Abu Jakfar yang dijadikan Syiah sebagai dalil atas kehalalan Khumus.
Berkata As-Shadiq alaihis salam : “Sesunguhnya Allah yang tidak ada tuhan selain Dia ketika mengharamkan bagi kami sedekah telah menghalakan bagi kami khumus, sedekah itu haram bagi kami dank khumus itu wajib untuk kami”. (Man la yahdhuruhul Faqih, 2:41)
Dari Abu Jakfar alaihis salam berkata : “Tidak halal bagi seseorang untuk membelanjakan sebagian dari khumus sehingga sampai kepada kami hak kami.” (Al-Hadhaiq An-Nadhirah karangan Al-Bahrani, 12: 428)
Dari Abu Bashir dari Abu Jakfar alaihis salam berkata : “Barangsiapa yang berbelanja dengan sebagian dari harta khumus tidak akan diampuni oleh Allah, dia telah berbelanja dengan sesuatu yang tidak halal”. (Al-Hadhaiq An-Nadhirah karangan Al-Bahrani, 12: 428)
Sumber: Fimadani
Red: Randy

Sekolah Syiah Lazuardi GISAntiLiberalNews – Genderang peperangan antara umat Islam dengan kaum Syiah kian hari kian terasa. Jika di Suriah sana peperangan sarat dengan pertumpahan darah, maka di negeri kita saat ini peperangan Islam dengan Syiah baru berwujud peperangan pemikiran, meskipun di beberapa daerah seperti Madura dan Banyuwangi, konflik itu pun telah merenggut korban jiwa. Mereka menerobos masuk daerah yang notabene merupakan basis Muslim, mencengkeramkan kuku-kukunya tanpa banyak disadari.
Modusnya adalah mendirikan sekolah (bukan pondok pesantren) yg sekilas berlabel Islam, netral dan berkesan modern. Salah satunya adalah lembaga pendidikan bernama sekolah Lazuardi. Lembaga yg mengklaim sebagai sekolah islam berwawasan global ini sejatinya adalah lembaga pendidikan milik Syiah.
Lihat saja di situs resmi lembaga ini http://www.lazuardi-gis.net
Baca artikel  selengkapnya di MUT’AH DALAM SYIAH tafhadol
Di sana terpampang jaringan sekolah tersebut di berbagai kota, dari mulai Jakarta hingga Solo. Dalam salah satu link tautannya, dijelaskan bahwa lembaga ini berada di bawah Yayasan Lazuardi Hayati yang didirikan oleh istri salah satu pentolan Syiah Indonesia, DR Haidar Bagir, bernama Lubna Assagaf.
Salah satu artikel yang ditulis oleh salah seorang guru Lazuardi GIS dalam website mereka,http://cinere.lazuardi-gis.net/front/dunia_islam.html, tulisan itu menyerukan Pesan Persatuan Islam sesuai risalah Amman.
Sebuah seruan yang sering diklaim oleh kelompok Syiah bahwa mereka merupakan bagian dari Islam. Faktanya, Risalah Amman itu hanyalah akal-akalan politik kaum Syiah. Sebab di dalamnya banyak pernyataan yang ditafsirkan sendiri oleh kelompok Syiah untuk menyatakan pembenaran kelompoknya. Menurut Ustadz Kholili Hashib, salah seorang cendekiawan muda NU yang secara khusus meneliti masalah Syiah, Risalah Amman menjadi semacam alat pencitraan Syiah untuk mendapatkan simpati dari masyarakat Muslim, terutama yang awam.
Sumber : Sunnah Defence League
Red : W. Jati

Recent Posts

VIDEO

KRISTENISASI

SYIAH

LIBERAL