Pelacuran memang tidak enak untuk didengar dan sangat dibenci oleh manusia. Namun syi’ah merubah nama pelacuran menjadi mut’ah agar mereka dapat merampok kehormatan para wanita yang menjaga dirinya.
Ya dengan cara menipu dan merubah nama, mereka tak lain seperti kaum yahudi. Yahudi merubah nama riba menjadi bunga. Dan syi’ah merubah nama pelacuran menjadi mut’ah. Tidak lain agar keduanya menicicipi apa yang Allah haramkan.
Wanita pelacur: (-) Tidak mendapatkan nafkah ( -) Tidak mendapatkan tempat tinggal (-) Tidak mendapatkan harta warisan (+) Namun mereka mendapatkan bayaran sewaan.
Wanita mut’ah: (-) Tidak mendapatkan nafkah ( -) Tidak mendapatkan tempat tinggal (-) Tidak mendapatkan harta warisan (+) Namun mereka mendapatkan bayaran sewaan.
Sama bukan antara pelacuran dan mut’ah? Ya.. Sama-sama hanya melampiaskan hawa nafsu. Yang berbeda hanyalah “Saya ingin melakukan mut’ah dengan mu” dan yang satunya “Saya ingin melakukan pelacuran denganmu”
Gambaran singkat nikah mut’ah: Seorang lelaki mendatangi seorang wanita kemudian menawarkan mut’ah padanya. Kemudian lelaki mengatakan: Aku ingin memut’ah dirimu. Kemudian keduanya sepakat atas biaya sewanya atau yang mereka namakan dengan mahar. Kemudian mereka menentukan batas sewa kemaluan wanita, dan boleh walau hanya menyewa kemaluannya sehari saja.
Ini tidak lain dan tidak bukan adalah gambaran dari pelacuran yang sangat nyata dalam agama islam. Maka syi’ah sama sekali bukan dari ajaran agama islam.
Maka tidak kita pungkiri, bahwa imam-imam syi’ah enggan untuk menikahkan anak perempuannya secara mut’ah dengan lelaki lain. Tidak lain dan tidak bukan, “bapak mana yang akan menjadikan anaknya menjadi wanita pelacur?”. Namun jika imam-imam syi’ah yang melakukan nikah mut’ah maka mereka berada di nomor 1 untuk membodohi wanita-wanita lain.
Post A Comment:
0 comments: