INDONESIA memang harus membuka diri untuk kemajuan teknologi, tapi Indonesia juga harus belajar dari konflik antara Syiah dan Sunni di berbagai negara muslim. Demikian dikatakan Sekjen MIUMI, Bachtiar Natsir menanggapi desakan DPR agar pemerintah menjalin hubungan dengan Iran khususnya dalam bidang pendidikan, budaya, dan teknologi.
“Indonesia harus belajar apa yang boleh diambil di Iran dan apa yang tidak boleh diambil agar tidak terjadi konflik di Indonesia,” tegasnya kepadaIslampos, Sabtu (13/10/2012).
Tanpa ada desakan DPR, sebenarnya hubungan pendidikan antara Iran dan Indonesia sudah lama berlangsung.
“Ini dibuktikan dari beberapa pelajar Indonesia di Iran, dan keberadaan orang Iran yang menyebarkan faham Syiahnya di Indonesia,” tegasnya.

Baca artikel  selengkapnya di MUT’AH DALAM SYIAH tafhadol
Bachtiar mendesak bahwa ketika hubungan kerjasama antara Indonesia dan Iran terjadi, harus ada komitmen dari Iran untuk tidak mensyiahkan dunia Sunni. Karena ketegangan akan terjadi ketika hal itu dilakukan. Padahal ahlus Sunnah sendiri tidak pernah terfikir mensunnikan Syiah.
“Jadi jangan sampai menimbulkan riak-riak baru seperti dikatakan Jalaluddin Rakhmat yang menyatakan apa perlu memindahkan konflik Sunni Syiah di Iran ke Indonesia?” ujarnya.
Baru-baru ini sejumlah anggota Komisi I DPR RI bertolak ke Iran dalam sebuah kunjungan persahabatan antar parlemen kedua negara. Menurut Effendi Choirie dari Fraksi PKB, pemerintah Iran sudah beberapa kali menawarkan beasiswa bagi mahasiswa Indonesia, untuk melanjutkan studi ke negara itu, termasuk memperluas kerjasama ekonomi dan investasi. (Pizaro/Islampos)
Axact

Axact

Vestibulum bibendum felis sit amet dolor auctor molestie. In dignissim eget nibh id dapibus. Fusce et suscipit orci. Aliquam sit amet urna lorem. Duis eu imperdiet nunc, non imperdiet libero.

Post A Comment:

0 comments: